Selasa, 21 Oktober 2008

Memahami Karakteristik Reksadana Saham

Berdasarkan pengalaman berinteraksi dengan banyak investor, pertanyaan "Harusnya kan MI bisa memprediksi kalau market akan jatuh, jadi seharusnya mereka bisa jual sahamnya dulu - bisa juga cut loss - nanti baru beli kembali di harga yang lebih rendah. Kenapa didiamkan saja portofolionya?" sering mengemuka dan sering menjadi pertanyaan yang emosional bagi investor, terutama yang sudah mulai panik melihat trend penurunan indeks. Menurut hemat penulis, pertanyaan tersebut muncul dari nasabah yang belum memahami esensi dari reksa dana saham. 

Penulis sering menjelaskan sbb: untuk reksa dana saham, terlepas ada atau tidaknya aturan mengenai batasan minimum 80% di saham dalam batasan investasi reksa dana saham, kecil kemungkinan MI akan berani menurunkan porsi sahamnya secara signifikan. Mengapa? karena selalu ada kemungkinan indeks berbalik arah dengan cepat. Lain halnya dengan reksa dana campuran, yang batasan investasinya memang memiliki fleksibilitas yang memungkinkan MI menaikkan atau menurunkan bobot saham secara lebih leluasa. Dan seperti kita ketahui, dalam kondisi bearish, reksa dana campuran bisa lebih sedikit penurunannya dibandingkan indeks namun pada kondisi bullish, reksa dana campuran sulit untuk mengikuti kenaikan indeks. 

Jadi sebaiknya nasabah diberi pengertian bahwa kinerja reksa dana saham akan sangat berkorelasi dengan naik-turunnya indeks. Sementara untuk nasabah yang berharap penurunannya tidak sedalam penurunan indeks, pilihannya adalah reksa dana campuran. Konsekuensi berinvestasi di reksa dana campuran adalah potensi imbal hasilnya lebih rendah daripada reksa dana saham. karena risikonya juga lebih rendah. 

Investor juga perlu diberi pengertian bahwa sulit sekali memprediksi
apakah indeks masih akan turun atau sudah di titik terendah serta kapan indeks akan segera berbalik arah. Pertanyaan "Harusnya kan MI bisa memprediksi kalau market akan jatuh, mereka jual sahamnya dulu - bisa juga cut loss - nanti baru beli kembali, jangan di diamkan saja," sebetulnya adalah permasalahan edukasi. 

Investor perlu memahami bahwa sangat tidak mudah (jika sulit untuk
mengatakan tidak mungkin) untuk mempredikasi naik-turunnya indeks.
Kadang-kadang penulis suka menanggapi pertanyaan ini atas dengan
sedikit bercanda, "Kalau saja ada orang atau MI yang bisa memprediksi indeks akan jatuh atau akan naik, maka ia tidak perlu bekerja jadi analis atau jadi MI sekalipun. Cukup tinggal di rumah saja dan pasti kaya raya dengan jual beli saham... "  

Perlu dipahami pula bahwa reksa dana saham sejatinya adalah instrumen investasi jangka panjang yang cocok untuk investor yang memiliki kapasitas untuk menunggu. Dengan adanya kapasitas ini berarti investor tidak perlu terlalu concerned dengan fluktuasi pasar dalam jangka pendek, melainkan lebih berpegang pada potensi reksa dana untuk menghasilkan pertumbuhan investasi dalam jangka panjang. Terkait dengan horison jangka panjang ini pengelolaan reksa dana bertumpu pada analisa fundamental (identifikasi katalis dan potensi laba emiten di masa mendatang), bukan pada analisa teknikal yang memonitor pergerakan indeks jangka pendek (identifikasi support dan resistance level). 

Syukurlah penulis saat ini mendapati bahwa sudah jauh lebih banyak
nasabah yang mengerti dari pada yang tidak mengerti tentang hal di
atas. Sehingga, sekali lagi, kuncinya adalah edukasi. Makin banyak
investor yang cerdas, makin kuat industri reksa dana kita dan makin
berkembang juga perekonomian kita karena pasar modal bisa berperan lebih besar dalam perekonomian nasional. 
Sumber : Melinda Natalia Wiria (member portal reksadana)

Tidak ada komentar: