Sabtu, 17 Januari 2009

IHSG dalam Statistik

Terdapat sekumpulan teori yang menyatakan bahwa ada suatu hari, bulan, atau waktu tertentu di mana pergerakan indeks mengalami anomali. Oleh karenanya berdasarkan teori-teori tersebut kita bisa mengetahui kapan waktu yang bagus atau jelek untuk berinvestasi. Teori-teori tersebut biasanya disebut dengan efek kalender. Teori-teori yang sudah umum didengar antara lain adalah monday effect, january effect, october effect, dan beberapa teori lainnya. Apakah teori-teori tersebut benar? Yah, namanya juga teori, bisa benar bisa juga tidak. Terkadang malah terdengar seperti mitos.

Walaupun begitu, mungkin ada rasa penasaran yang timbul dalam hati kita untuk membuktikan kebenaran teori-teori tersebut. Saya akan mencoba membeberkan bagaimana perilaku IHSG pada waktu-waktu tertentu. Saya tidak akan mengikuti teori yang ada. Saya hanya akan mencoba memaparkan data dan Anda bisa menyimpulkan sendiri bagaimana hasilnya
1. Bagaimana perilaku harian IHSG (Senin - Jumat)?

Mitos yang beredar selama ini adalah jangan trading di hari Jumat karena banyak trader yang menjual sahamnya. Hari Jumat yang merupakan hari perdagangan terakhir mengandung risiko yang besar karena pada hari Sabtu Minggu kita tidak akan pernah tahu apa yang bisa terjadi. Benarkah?

Dengan mengolah data harian IHSG dari tahun 1984 sampai dengan 2008 (Desember) ternyata hasilnya adalah sbb:

Tidak seperti mitos yang ada, pada hari Jumat IHSG justru mengalami kenaikan rata-rata tertinggi sebesar 0.13%. Rata-rata perubahan harian IHSG adalah 0.06%. Artinya pada hari Jumat secara statistik kenaikannya rata-rata adalah lebih dari dua kali lipat dari hari-hari lainnya. Sementara hari Senin dan Selasa cenderung sideways dengan rata-rata perubahan 0.01% dan -0.02%. Hmm, interesting…
2. Dalam setahun, kapankah IHSG memiliki kinerja terbaik?

Jika Anda bukan day trader, mungkin akan lebih menyukai grafik di bawah ini. Saya mengolah data bulanan IHSG sehingga kita dapat mengetahui perubahan bulanan rata-ratanya. Mitos yang beredar selama ini adalah adanya Santa Claus Rally di bulan Desember dan kenaikan yang cukup tinggi di bulan Januari (January Effect). Sementara itu, bulan Oktober cenderung dihindari karena beberapa kali crash terjadi di bulan Oktober. Paling tidak, Dow Jones Industrial Average (DJIA) dua kali mengalami crash yang menyakitkan di bulan Oktober, yaitu pada tahun 1929 (Great Depression) dan pada tahun 1987 (Crash of 1987). Itu kejadian di AS. Bagaimana dengan di Indonesia?


Untuk kali ini hasilnya ternyata cukup sesuai dengan mitos yang ada. Pada bulan Desember, kenaikan rata-rata IHSG adalah 4.62%, jauh di atas kenaikan rata-rata bulanan sebesar 1.05% (lebih dari empat kali lipat). Terlebih lagi, kenaikan rata-rata IHSG pada bulan Desember adalah kenaikan bulanan tertinggi sepanjang tahun. Peringkat kedua adalah kenaikan rata-rata pada bulan Januari yaitu sebesar 3.79%. Paling tidak dari tahun 1989 sampai dengan 2008, mitos mengenai Santa Claus Rally dan January Effect masih benar Lalu bagaimana dengan October Effect? Walaupun memang benar pada bulan Oktober, IHSG rata-rata menurun sebesar -1.2% namun rata-rata penurunan terbesar adalah pada bulan September sebesar -2.68% dan bulan Agustus sebesar -1.57%. Dari grafik sepintas agak horor juga market pada bulan Agustus sampai dengan Oktober. Sekali lagi, itu hanyalah statistik, tidak bisa dijadikan pegangan mati.
3. Berapa harikah IHSG naik/turun secara berturut-turut dan kemudian berubah arah?

Ada hal lain yang menarik untuk diketahui terutama oleh para swing trader. Berapa harikah IHSG akan naik/turun secara berturut-turut dan kemudian berubah arah? Ada yang mengatakan 4 hari, 5 hari dan lain-lain. Mungkin kita melihat faktanya saja Saya menggunakan data harian IHSG dari tahun 1984 sampai dengan 2008.

Seperti yang sudah diduga. Tidak selamanya para bulls akan menang dan tidak selamanya para bear akan mendominasi. Kenaikan IHSG selama 5 hari berturut-turut selama kurun waktu hampir 25 tahun terakhir hanya terjadi sebanyak 59 kali. Setelahnya, kekuatannya melemah dan menyerah pada bears pada hari berikutnya. Namun pernah juga IHSG naik selama 17 hari berturut-turut (wow!!!). Pernah terjadi sebanyak dua kali malahan. Kejadian pertama adalah pada kurun waktu dari tanggal 7 September 1987 s.d 29 September 1987. Sayangnya selama 17 hari tersebut total kenaikannya hanyalah 3.35%. Kejadian kedua adalah pada tanggal 26 Oktober 1993 s.d 18 November 1993. Kali ini kenaikannya lumayan besar yaitu sebesar 15.2%.

Seperti halnya kenaikannya, IHSG akan berpeluang besar menguat setelah 5 hari mengalami penurunan. IHSG mengalami penurunan selama 5 hari secara berturut-turut hanya terjadi sebanyak 57 kali. Penurunan secara berturut-turut yang terlama adalah 15 hari yang terjadi sebanyak dua kali yaitu pada tahun 1990 dan 1994.

Yah, itu semua hanyalah statistik. Belum tentu ke depannya akan terjadi hal yang sama.
4. Bagaimana IHSG ‘berdansa’ selama Pemilu?

Nah, ini dia yang menarik. Karena sebentar lagi Pemilu akan tiba, seru juga kalau kita mengutak-atik kemungkinan pergerakan IHSG. Banyak investor yang cukup ketar-ketir menghadapi Pemilu kali ini.

Coba kita ambil data setahun sebelum sampai dengan setahun sesudah Pemilu. Saya ambil hanya dua kali Pemilu karena diadakan pada era Reformasi.

PEMILU 1999

Ternyata pada tahun 1999, market hanya sebentar saja merespons positif hasil Pemilu. Setelahnya, IHSG terus merosot sampai dengan akhir tahun 2000. Yang menarik, mulai dari bulan Oktober 1998, IHSG cenderung mengalami kenaikan sampai dengan menjelang Pemilu. Hal ini menandakan adanya harapan yang besar terhadap hasil Pemilu pertama di era Reformasi ini. Ternyata hasil Pemilu ditanggapi dengan dingin oleh market yang menurun setelahnya.

PEMILU 2004

Pemilu tahun 2004 merupakan tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia karena untuk pertama kalinya kita dapat memilih Presiden secara langsung.

Dari grafik terlihat bahwa kenaikan yang terjadi dari awal tahun 2003 dan sempat terhenti selama masa-masa Pemilu berlanjut lagi sampai dengan akhir tahun 2005. Periode tahun 2003 sampai dengan pertengahan tahun 2007 sendiri akhirnya menjadi bubble terbesar sepanjang sejarah IHSG. Tentu saja bukan hanya Pemilu yang mempengaruhi pergerakan IHSG namun tidak ada salahnya kita berjaga-jaga kan

Bagaimana dengan Pemilu 2009? Kita hanya bisa wait and see saja. Semoga hasilnya bagus

Berdasarkan data dan grafik yang saya berikan paling tidak kita bisa melihat bagaimana perilaku IHSG pada masa-masa tertentu. Yang harus diingat, tidak ada hal yang pasti.

Yesterday is history, tomorrow is mistery, today is a gift. That’s why we call it ‘present’ (pasti udah tau saya ambil dari mana hehehe).

Disclaimer is on 

  

This article is also posted at: 

http://parahita.wordpress.com/2008/12/27/ihsg-dalam-statistik/ 

Sumber : portalreksadana.com

Sabtu, 03 Januari 2009

Madoff dan Tipu-tipu Investasi ala Skema Ponzi

Selain krisis, pasar finansial dunia kini sedang digegerkan oleh kasus penipuan melalui Skema Ponzi ala Bernard Madoff. Jumlah penipuannya pun bikin kita geleng-geleng karena mencapai US$ 50 miliar, atau hampir setara dengan cadangan devisa Indonesia yang kini sebesar US$ 50,180 miliar.

Sementara Korban-korbannya pun bukan lah sekedar investor kelas teri, melainkan investor dari kalangan perbankan besar seperti HSBC. Madoff melakukan penipuan melalui perusahaan investasinya yakni Madoff InvestmentSecurities.

Apa sebenarnya Skema Ponzi?

Skema Ponzi merupakan sebuah istilah untuk praktek kotor dalam bisnis keuangan yang menjanjikan pemberian keuntungan berlipat ganda yang jauh lebih tinggi dari keuntungan bisnis riil bagi investor yang mau menyimpan dana investasinya lebih lama di perusahaan investasi seperti sekuritas, bank, asuransi ataupun investment banking. Para invesor umumnya tidak tahu dan tidak mau tahu darimana perusahaan membayar keuntungan yang dijanjikan.

Nama Ponzi diambil dari seorang penipu bernama Charles Ponzi yang tinggal di Boston, AS. Ponzi terkenal dengan penipuannya karena menawarkan investasi berupa transaksi spekulasi perangkoAS terhadap perangko asing di era 1919-1920.

Dalam penelusuran detikFinance, Ponzi mendirikan The Security Exchange Company pada 26 Desember 1919, yang menjanjikan investasi dengan balas jasa 40% dalam 90 hari. Padahal kala itu bunga bank yang pada saat itu hanya 5% per tahun. Tidak sampai satu tahun, diperkirakan sekitar 40,000 orang mempercayakan sekitar US$ 15 juta atau sekarang senilai US$ 140 juta dalam perusahaannya.

Untung yang dijanjikan Ponzi ternyata hasil tambal sulam. Pada pertengahan Agustus 1920, audit oleh pemerintah terhadap usaha Ponzi menemukan bahwa Ponzi sudah bangkrut. Total aset yang dimilikinya sekitar US$ 1,6 juta, jauh dibawah nilai hutangnya kepada investor.

Skema penipuan ini juga sering terjadi di Indonesia. Ada sebuah perusahaan menjanjikan keuntungan besar, namun sebenarnya keuntungan itu dibayar dengan dana yang masuk dari anggota baru.Tidak pernah ada investasi riil. Kasus besar yang pernah terjadi adalah penipuan PT Qurnia Subur Alam Raya atau QSAR yang menggelapkan dana nasabah melalui investasi agribisnisnya.

Nah, yang dilakukan oleh investor kawakan Wall Street, Bernard Madoff juga sedemikian. Madoff menggunakan dana dari investor baru untuk membayar bunga investor lama. Nilainya terus bertumpuk-tumpuk hingga mencapai US$ 50 miliar. Penipuan Madoff baru terungkap setelah para investor menarik dananya sehubungan dengan krisis finansial. Disitu baru diketahui bahwa Madoff sudah kehabisan dana.

Korban-korban Madoff pun bersuara. Seperti dikutip dari AFP, berikut daftar korban penipuan
Madoff:

Bapepam Spanyol mengungkapkan, lembaga investasi Spanyol yang memiliki eksposure langsung di perusahaan investasi Madoff mencapai US$ 147 juta.
Santander mengakui adanya potensi kerugian hingga US$ 3 miliar dari Madoff Investment Securities.
Aozora Bank memiliki eksposure di investasi Madoff senilai US$ 137 juta Niponkoa Insurace Co dan Mitsui Sumitomo Insurance dan Daiwa Securities juga sudahmengakui adanya potensi kerugian beberapa ratus juta yen.

Nomura Holdings dengan eksposure 27,5 miliar yen.

Bank swasta Austria, Medici mengakui eksporuse US4 2,1 miliar melalui dua lembaga investasinya.

Fortis dengan eksposure US$ 1,2 miliar

HSBC dengan eksposure US$ 1 miliar.
Kasus penipuan terbesar dalam sejarah pasar finansial AS ini turut mencorang citra Securities and Exchange Commission atau Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) AS. Para investor mempertanyakanbagaimana bisa SEC kebobolan oleh penipuan yang sudah berlangsung hingga
bertahun-tahun.

Chairman SEC Christopher Cox akhirnya mengumumkan bahwa mereka akan melakukan investigasi untuk menyelidiki kenapa mereka bisa tidak mengendus kasus penipuan hingga US$ 50 miliar itu.

"SEC telah mempelajari bahwa tuntutan yang spesifik dan kredibel atas kesalahan finansial
Madoff sudah dilakukan sejak tahun 1999, dan secara berulang sudah menjadi perhatian staff SEC, namun tidak pernah direkomendasikan kepada komisi untuk diambil sebuah langkah," ujar Cox dalam pernyataannya.

Namun pada investor mengkritik kemampuan SEC mengawasi pasar. SEC sebelumnya juga dinilai gagal mengawasi pasar sehingga produk-produk spekulatif beredar dengan liar dan berujung pada krisis finansial. Kini mereka mengecam SEC karena penipuanyang sudah berlangsung bertahun-tahun bisa terjadi tanpa terendus sedikitpun.

Padahal sejumlah peringatan sudah diberikan terkait penawaran investasi Madoff ini. Termasuk artikel sebuah artikel di koran Barron pada tahun 2001, yang mempertanyakan return hingga 2 digit selama setahun yang ditawarkan Madoff. Sayang peringatan itu tampaknya diabaikan baik para investor kakap itu sendiri dan SEC sebagai pengawas.

Sumber : detik.com